Kamis, 12 Juni 2014

Psikologi Pendidikan



Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub kelompok seperti berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada khusus penyandang cacat .
Menurut Muhibin Syah (2002),  psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Sedangkan menurut  ensiklopedia amerika, Pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.
Sedangkan menurut  Witherington, Pengertian Psikologi pendidikan adalah  studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia.
Tardif (dalam Syah, 1997: 13) juga mengatakan bahwa Pengertian Psikologi Pendidikan adalah sebuah bidang studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan.
maka dapat disimpulkan bahwa Pengertian Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari  tentang perilaku manusia di dalam dunia pendidikan yang meliputi  studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia yang tujuannya untuk mengembangkan dan meningkatkan efisien di dalam pendidikan.

Mengelola Kelas




Mengapa kelas perlu dikelola secara efektif?

Manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid. Ada 2 pandangan tentang cara terbaik untuk mengelola kelas, yaitu
1.      Pandangan Lama yang menekan pada penciptaan dan pengaplikasian aturan untuk mengatur tindak tanduk murid. Pandangan ini mengorientasikan murid pada sikap pasif dan patuh pada aturan ketat. Kelemahannya, keterlibatan murid pada pembelajaran aktif, pemikiran dan konstruksi pengetahuan sosial akan melemah.
2.      Pandangan Baru yang memfokuskan pada kebutuhan murid untuk mengembangkan hubungan dan kesempatan untuk menata diri. Pandangan ini lebih menekankan pada pembimbingan murid untuk menjadi lebih mau berdisiplin diri dan tidak terlalu menekankan pada kontrol eksternal atas diri murid.
Kelas padat, kompleks, dan berpotensi kacau
Walter Doyle mendeskripsikan 6 karakteristik yang merefleksikan kompleksitas dan potensi problemnya:
1.      Kelas adalah multidimensional
Kelas adalah setting untuk banyak aktivitas, baik aktivitas akademik maupun aktivitas sosial.
2.      Aktitivitas terjadi secara simultan (bersamaan)
Banyak aktivitas kelas yang terjadi secara bersamaan.
3.      Hal-hal terjadi secara cepat
Kejadian sering kali terjadi di kelas dan membutuhkan respons cepat.
4.      Kejadian sering kali tidak bisa diprediksi
Kejadian di luar rencana seperti murid yang sakit, komputer rusak, alarm kebakaran berbunyi kemungkinan akan terjadi meskipun telah direncanakan secara hati-hati.
5.      Hanya ada sedikit privasi
Kelas adalah tempat publik di mana murid melihat guru mengatasi masalah, melihat kejadian tidak terduga, dan mengalami frustrasi.
6.      Kelas punya sejarah
Murid punya kenangan tentang apa yang terjadi di kelas pada waktu dahulu.

Kebutuhan Pendidikan dan Layanan Anak Tunarungu


  1. Sebagaimana anak lainnya yang mendengar, anak tunarungu membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Di samping sebagai kebutuhan, pemberian layanan pendidikan kepada anak tunarungu, didasari oleh beberapa landasan, yaitu landasan agama, kemanusiaan, hukum, dan pedagogis.
  2. Ditinjau dari jenisnya, layanan pendidikan terhadap anak tunarungu, meliputi layanan umum dan khusus. Layanan umum merupakam layanan yang biasa diberikan kepada anak mendengar/normal, sedangkan layanan khusus merupakan layanan yang diberikan untuk mengurangi dampak kelainannya, yang meliputi layanan bina bicara serta bina persepsi bunyi dan irama.
  3. Ditinjau dari tempat sistem pendidikannya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu dikelompokkan menjadi sistem segregasi dan integrasi/terpadu. Sistem segregasi merupakan sistem pendidikan yang terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak mendengar/normal. Tempat pendidikan bagi anak tunarungu melalui sistem ini meliputi: sekolah khusus (SLB-B), SDLB, dan kelas jauh atau kelas kunjung. Sistem Pendidikan intergrasi/terpadu, merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk belajar bersama anak mendengar/normal di sekolah umum/biasa. Melalui sistem ini anak tunarungu ditempatkan dalam berbagai bentuk keterpaduan yang sesuai dengan kemampuannya. Depdiknas (1984) mengelompokkan bentuk keterpaduan tersebut menjadi kelas biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, serta kelas khusus.
  4. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan strategi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak mendengar/normal, akan tetapi dalam pelaksanaannya, harus bersifat visual, artinya lebih banyak memanfaatkan indra penglihatan siswa tunarungu.
  5. Pada dasarnya tujuan dan fungsi evaluasi dalam pembelajaran siswa tunarungu sama dengan siswa mendengar atau normal, yaitu untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran, serta untuk umpan balik bagi guru. Kegiatan evaluasi bagi siswa tunarungu, harus memperhatikan prinsip-prinsip: berkesinambungan, menyeluruh, objektif, dan pedagogis. Sedangkan alat evaluasi secara garis besar dibagi atas dua macam, yaitu alat evaluasi umum yang digunakan dalam pembelajaran di kelas biasa dan alat evaluasi khusus yang digunakan dalam pembelajaran di kelas khusus dan ruang bimbingan khusus.

KARAKTERISTIK DAN PENDIDIKAN ANAK TUNA RUNGU




Pengertian
Istilah tunarungu digunakan untuk orang yang mengalami gangguan pendengaran yang mencakup tuli dan kurang dengar. Orang yang tuli adalah orang yang mengalami kehilangan pendengaran (lebih dari 70 dB) yang mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi bahasa melalui pendengarannya sehingga ia tidak dapat memahami pembicaraan orang lain baik dengan memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar. Orang yang kurang dengar adalah orang yang mengalami kehilangan pendengaran (sekitar 27 sampai 69 dB) yang biasanya dengan menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya memungkinkan untuk memproses informasi bahasa sehingga dapat memahami pembicaraan orang lain.


Klasifikasi
Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
      1. Tunarungu Ringan (Mild Hearing Loss)
      2. Tunarungu Sedang (Moderate Hearing Loss).
      3. Tunarungu Agak Berat (Moderately Severe Hearing Loss)
      4. Tunarungu Berat (Severe Hearing Loss)
      5. Tunarungu Berat Sekali (Profound Hearing Loss)


Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
  
      1. Ketunarunguan Prabahasa (Prelingual Deafness)
      2. Ketunarunguan Pasca Bahasa (Post Lingual Deafness)
Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat di-klasifikasikan sebagai berikut.
      1. Tunarungu Tipe Konduktif
      2. Tunarungu Tipe Sensorineural
      3. Tunarungu Tipe Campuran

Berdasarkan etiologi atau asal usulnya ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut.
1.      Tunarungu Endogen
2.      Tunarungu Eksogen
  


Karakteristik Anak Tunarungu
  1. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademik
    Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajaran yang bersifat verbal dan cenderung sama dalam mata pelajaran yang bersifat non verbal dengan anak normal seusianya.
  2. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek sosial-emosional adalah sebagai berikut:
    • Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.
    • Sifat ego-sentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukkan dengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menye-suaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat pada “aku/ego”, sehingga kalau ada keinginan, harus selalu dipenuhi.
    • Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri.
    • Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.
    • Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
    • Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain.
  1. Karakteristik tunarungu dari segi fisik/kesehatan adalah sebagai berikut.
    Jalannya kaku dan agak membungkuk (jika organ keseimbangan yang ada pada telinga bagian dalam terganggu); gerak matanya lebih cepat; gerakan tangannya cepat/lincah; dan pernafasannya pendek; sedangkan dalam aspek kesehatan, pada umumnya sama dengan orang yang normal lainnya.